Saturday, October 24, 2009

hormat dan cinta

Ada sedikit persamaan perasaan hormat dengan tidak mau menyakiti, segan, dan takut mengecewakan orang yang dihormati... Apabila hal itu diulang dan diulang,... timbulnya perasaan sayang. Apabila sayang terus diulang dan diulang akan timbul perasaan cinta...

hormat dan cinta...
dasar hubungan saling menghormati dan mencintai adalah anugrah... yang muda menghormati yang lebih tua, yang lebih tua menyayangi yang lebih muda. murid menghormati gurunya, anak buah menghormatipimpinannya, anak menghormati orang tuanya, orang tua memberikan cinta tulus dan ikhlas tanpa batas,dll... disitu semuanya ada cinta.... Seperti di kinanti selalu ada hormat dan cinta

he3x... mas ciko saking hormatnya sampai lepas alas kaki,...kalau adik cika hormat apa silau kepanasan sih....

17 comments:

  1. Mengukur Cinta Kita Pada Orang Tua May 16, '08 10:41 PM
    for everyone

    Ortu adalah teladan, guru, dan sekaligus pelindung kita. Betapa mulianya jasa mereka membesarkan kita. Dari kecil hingga segede sekarang ini. Apalagi ibu, beliau melindungi kita sejak masih dalam rahimnya sampai saat ini, dan insya Allah sampai akhir hayatnya. Kasih ibu memang sepanjang masa. Nggak pernah luntur di telan jaman. Nggak bakalan pudar dimakan usia. Amat besar cintanya kepada kita. Tinggal bagaimana cinta kita kepada mereka.

    Sobat muda muslim, jaman berubah begitu cepatnya. Sampe-sampe kata Bung Ebiet G. Ade dalam sebuah lagunya, �Roda jaman menggilas kita. Terseret tertatih-tatih. Sungguh hidup terus diburu, berpacu dengan waktu��. Bung Ebiet boleh jadi benar bersenandung begitu. Sebab, jaman kiwari ini, dampak perubahan jaman nggak selamanya berbuah kebaikan. Justru sebaliknya, adakala-nya terjadi perubahan ke arah kerusakan nilai.

    Ambil contoh, ada anak yang tega membunuh ortunya. Mungkin masih ingat kejadian beberapa tahun lalu di Medan, seorang anak SMU tega membantai anggota keluarganya kakaknya, ibu, dan bapaknya. Aduh, entah setan apa yang merasuk dalam benaknya. Tapi yang pasti, energi cinta sang anak yang seharusnya dialirkan kepada ortunya, ternyata sudah habis tak berbekas, hingga tega �mengantarkan� mereka ke liang lahat secara paksa.

    Berubahnya gaya hidup yang seperti inilah yang sangat kita khawatirkan, kawan. Di jaman penulis kecil, ortu adalah segalanya. Ayah memelototkan mata saja, tanda nggak suka dengan perbuatan yang penulis lakukan, rasa takut langsung memenuhi pikiran. Nggak berani balik memandang tajam ke arah wajahnya. Nggak. Nggak berani. Dengan ibu juga demikian, setiap kali ibu minta tolong, rasanya kok nggak enak kalo harus menolak. Meski adakalanya juga menolak, tapi kemudian merasa amat bersalah. Entahlah. Tapi yang pasti, penulis melihat itu secara objektif, kok. Sebab banyak juga teman-teman main penulis yang hormat dan patuh pada ortunya. Mungkin saat itu nggak banyak informasi rusak masuk ke rumah-rumah lewat televisi. Ya, bisa jadi.

    ReplyDelete
  2. Kalo sekarang? Aduh, berubah total ketimbang 20-an atau 30-an tahun ke belakang. Kalo dulu, betapa rasa hormat kepada ortu masih tersimpan di lubuk hati yang paling dalam. Terawat dan terjaga dalam bingkai rasa cinta. Sekarang rasa cinta itu pudar menjadi sikap saling membenci dan penuh rasa curiga.

    Hubungan anak dengan ortu aja sekarang makin kendor. Perhatian ortu yang mulai terbelah mungkin bisa menjadi sebab lunturnya kemesraan antara ortu dan anaknya. Gimana nggak, kalo dulu seorang ibu cukup di rumah menjaga anak-anak dan melindungi kehormatan keluarga, sekarang harus ikutan keluar rumah dan bekerja untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga. Sebab katanya di jaman sekarang nggak cukup cuma mengandalkan tenaga suami. Meski sebetulnya banyak juga para ibu yang terseret arus karena nggak tahu apa-apa. Yang ia tahu hanya satu: emansipasi.

    Akibatnya, mudah ditebak saudara-saudara, jarak antara anak dengan ortu menjadi renggang, dan itu banyak menimbulkan masalah. Rasa cinta dan sayang hanya dihargai dengan uang, bukan lagi perhatian dan sikap lemah lembut. Anaknya? Karena diajarkan seperti itu, ia mulai belajar membenci. Jangan heran pula bila kemudian anak menjadi musuh bebuyutan ortunya. Wah, gawat!

    Sobat muda muslim, rasa sayang tidak bisa hanya diukur dari materi semata. Nggak. Nggak bisa. Itu sebabnya, dalam tulisan kali ini, kita berupaya merekatkan kembali hubungan antara ortu dan anak yang mulai retak dan hampir lepas. Dan alangkah indahnya bila kita mencoba berinisiatif untuk mencintai mereka. Insya Allah, ortu kita akan terharu dengan sikap kita. Lagipula, untuk berbuat baik, kenapa harus menunggu ortu menyapa kita? Tul nggak? Yup, salurkan energi cinta kita buat mereka. Walau bagaimanapun juga mereka berhak mendapat-kannya dari kita. Dan kita, wajib memberikan-nya. Itu pasti, biar tambah mesra!

    ReplyDelete
  3. Kita lahir karena �cintanya�

    Suatu saat nanti, kamu akan tahu sendiri betapa bahagianya punya anak. Ortu kita juga demikian, rasa cinta mereka bersatu dalam ikatan pernikahan, lalu lahirlah kita, anaknya. Sebab rasa cinta adalah perwujudan dari naluri mempertahankan jenis. Buktinya apa? Banyak pasangan yang sudah lama menikah, merasa gelisah bila belum punya anak. Berarti di sini jelas, bahwa cinta berbeda dengan seks dalam pengertian hubungan biologis semata.

    Setelah kita lahir, tanggung jawab ortu bertambah, yakni merawat dan membesarkan kita. Dan itu dijalaninya dengan rasa cinta dan sayangnya yang menggunung. Ayah kita rela berpanas-panas dan basah kuyup mencari uang untuk beli susu dan makanan kita. Adakalanya bagi para ayah yang kebetulan kondisi ekonominya termasuk golongan �alit� alias pas-pasan, mereka mencari nafkah harus dengan mengeluarkan keringat, dan bahkan juga darah. Kamu bisa lihat bagaimana para buruh kasar di pabrik, pasar, dan juga pelabuhan. Apa yang bisa kamu bayangkan saat melihat mereka tengah berjuang? Ya, itu bagian dari tanggung jawabnya. Dan jangan lupa, juga bagian dari rasa cinta mereka untuk anak dan istrinya.

    Sobat muda muslim, pernahkah kita mengukur rasa cinta kita kepada ortu? Seberapa besar sih rasa cinta kita kepada ortu? Sebab, ada kalanya kita suka itung-itungan dengan ortu kita. Bener nggak? Misalnya, kalo kamu udah jagain adik, kamu suka minta jatah es krim sepulang ibu dari pasar. Apalagi yang berkaitan dengan pekerjaan beres-beres rumah, ujungnya kita suka minta imbalan uang atau barang lainnya. Malah ada juga di antara teman remaja yang masang �tarif� duluan sebelum bekerja. Kita bersedia melakukan pekerjaan itu, tapi ada syaratnya: ada uang jajannya sebagai �sogokan�. Kalo nggak, kagak pake deh! Walah?

    Ada cerita menarik yang berhubungan dengan tema ini dari buku Chicken Soup for the Soul karya Jack Canfield dan Mark Victor Hansen. Dikisahkan ada seorang anak yang menyodorkan selembar kertas berisi tulisan semacam tagihan kepada ibu. Isinya: Memotong rumput 5 dolar, membersihkan kamar 1 dolar, pergi ke toko menggantikan ibu 0.5 dolar, menjaga adik waktu ibunya belanja 0.25 dolar, membuang sampah 1 dolar, untuk rapor yang bagus 5 dolar, dan untuk membersihkan dan menyapu halaman 2.99 dolar. Total utang ibu kepadaku: 14.75 dolar.

    Si ibu menatap anaknya lekat-lekat, lalu mengambil bolpen, dan kemudian menulis di balik kertas tersebut. Isinya begini: Untuk sembilan bulan ketika Ibu mengandung kamu selama tumbuh dalam perut Ibu, Gratis. Untuk semua malam ketika Ibu menemani kamu, mengobati kamu, dan mendoakan kamu, Gratis. Untuk semua saat susah, dan semua air mata yang kamu sebabkan selama ini, Gratis. Kalau dijumlahkan semua, harga cinta Ibu adalah Gratis. Untuk semua malam yang dipenuhi rasa takut dan untuk rasa cemas di waktu yang akan datang, Gratis. Untuk mainan, makanan, baju, dan juga menyeka hidungmu, Gratis, Anakku. Dan kalau kamu menjumlahkan semuanya, harga cinta sejati Ibu adalah Gratis.

    Setelah itu, si anak berkata kepada ibunya, �Bu, aku sayang sekali sama Ibu.� Dan kemudian si anak mengambil bolpen dan menuliskan dengan huruf besar: �LUNAS�

    Nah, ini sekadar contoh aja sobat, betapa kita kadangkala suka itungan sama ortu kita. Kita mogok melakukan perintahnya, hanya karena uang jajan belum masuk kantong kita. Jangan lagi deh.

    ReplyDelete
  4. Wajib menghormati mereka

    Emang sih, namanya hidup berdam-pingan, apalagi ini sama ortu kita, selalu aja ada gesek-gesek dikit mah. Ibarat piring-piring yang kita cuci, selalu aja ada gesekan, sekecil apapun. Namanya juga hidup bersama.

    Menghadapi ortu nggak selamanya berjalan sesuai harapan, artinya nggak dapat masalah. Suatu saat bisa jadi kita sama-sama punya kepentingan. Di sinilah akhirnya kita kudu bersikap bijak.� Ya, kita coba untuk mengalah sobat. Misalnya aja kamu seneng nonton siaran langsung sepak bola. Tapi dalam waktu yang bersamaan ortu kita juga pengen nonton wayang kulit. Kalo sama-sama ngotot kan repot. Apalagi itu hobi beratnya. Wuih, bisa perang saudara itu.

    Jangankan cuma urusan kecil model begitu, untuk urusan yang rada gawat sekalipun kita tetap kudu menghormati mereka, meski ada batasannya kita nggak boleh melaksanakan permintaannya untuk menyuruh maksiat.

    Dalam kitab al-'Isyrah, Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Sa'ad bin Malik, dia berkata:

    "Dahulu aku seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku. Setelah masuk Islam, ibuku berkata: "Hai Sa'ad! Apa yang kulihat padamu telah mengubahmu, kamu harus meninggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati, lalu kamu dipermalukan karenanya dan dikatakan: Hai pembunuh ibu!" Aku menjawab: "Hai Ibu! Jangan lakukan itu". Sungguh dia tidak makan, sehingga dia menjadi letih. Tindakannya berlanjut hingga tiga hari, sehingga tubuhnya menjadi letih sekali. Setelah aku melihatnya demikian aku berkata: "Hai Ibuku! Ketahuilah, demi Allah, jika kamu punya seratus nyawa, lalu kamu menghembuskannya satu demi satu maka aku tidak akan meninggalkan agamaku ini karena apapun. Engkau dapat makan maupun tidak sesuai dengan kehendakmu". (Tafsir Ibnu Katsir III/791).

    Rasa kesal sekalipun kepada ortu jangan pernah kita tunjukkan dalam sikap atau kata-kata. Bersabar, itu lebih baik bagi kita. Firman Allah Swt.:
    Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (TQS al-Isr� [17]: 23)

    Walau bagaimanapun juga ortu adalah segalanya buat kita. Rasa hormat dan cinta kasih kita tetap untuknya. Kapan lagi kalo tidak saat ini. Sebab, inilah salah satu bentuk berbakti kepada mereka. Allah Swt. berfirman:
    Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

    "Aku bertanya kepada Rasulullah: "Amalan apakah yang dicintai oleh Allah" Beliau menjawab: "Sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Berbakti kepada kedua orang tua". Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Jihad dijalan Allah". (HR. Bukhari dan Muslim).
    Sobat muda muslim, masih banyak ayat dan hadis yang berkaitan dengan persoalan ini. Kamu bisa eksplor lagi deh. Hmm.. betapa kalo kita mau sedikit bersikap bijak untuk merenung, ternyata cinta kita kepada ortu belum seberapa jika dibanding cinta ortu kepada kita. Salutnya, mereka nggak pernah itungan sama anaknya. Subhanallah. Yuk, kita bahagiakan mereka, kita cintai dan hormati mereka berdua. Tapi bagaimana bila mereka justru menyuruh berbuat maksiat? Jangan penuhi permintaan-nya, tapi kita tetap menghormatinya. Tugas kita adalah mengingatkan aja jika mereka berbuat salah. Itu kan lahan dakwah juga. Tul nggak? Kita belajar mencintai mereka sepenuh hati. Ridho Allah bergantung kepada ridho mereka, lho
    Prev: Al-Aqsha, Palestina, dan KITA

    ReplyDelete
  5. Adab Hormat dan Tabarruk: Sunnah Nabi yang Dilupakan (bagian 3/6)

    Katagori : Cinta Rasul
    Oleh : Redaksi 24 Dec 2006 - 8:18 pm

    A'uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
    Bismillahirrahmanirrahiim
    Walhamdulillah wassholatu wassalamu 'ala Rasulillah wa 'ala aalihi
    wasahbihi wa man tabi'ahum bi-ihsanin ilaa yaumiddin

    Pengantar Bagian 3
    imagePada bagian pertama, telah dibahas pentingnya memberikan penghormatan pada mereka yang dimuliakan Allah Taála, dan kemudian di bagian kedua, telah pula diulas latar belakang dan hikmah perlunya adab penghormatan kepada mereka ini sebagai jalan/asbab anugerah Allah berupa hikmah, hidayah, dan taufiq.

    Pada bagian ke-3 ini, insya Allah,kita akan mencoba mulai melihat praktik-praktik adab hormat pada ulama/awliya’serta praktik tabarruk, sebagai manifestasi hormat dan cinta pada mereka yang dicintai Allah SWT, serta sebagai sarana memohon pada Allah Ta’ala dengan kecintaan mereka pada-Nya, dan kecintaan-Nya pada mereka. Dan tentu saja, tak ada contoh yang lebih baik, yang lebih kuat, melainkan dari apa yang dipraktikkan para Sahabat radiyyAllahu ‘anhum dalam bertabarruk pada Nabi kita, Nabi Besar Muhammad sall-Allahu álayhi wasallam.

    Sebagian besar contoh-contoh ini diambil dari hasil riset/studi guru kami, Mawlana Syaikh Muhammad Hisham Qabbani dan Syaikh G.F. Haddad.

    ReplyDelete
  6. TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN RAMBUT DAN KUKU NABI

    Para sahabat biasa berebut rambut Nabi sall-Allahu álayhi wasallam. Tidak hanya itu, bahkan mereka memakainya sebagai sarana penyembuhan. Bila ada orang yang sakit, mereka meminumkan air yang sebelumnya telah dialirkan ke bejana yang berisi beberapa helai rambut Nabi sall-Allahu álayhi wasallam. Di antara sahabat bahkan ada yang menginginkan rambut Nabi ditaruh bersama jenazah mereka saat mereka dikubur, serta ada pula yang menaruh rambut Nabi sall-Allahu álayhi wasallam di turban mereka, yang dengan barakah rambut ini, dengan izin Allah, mereka selalu memperoleh kemenangan di medan perang. Semua ini tidaklah mengurangi keyakinan mereka bahwa sumber utama kesembuhan ataupun kemenangan tentulah adalah Allah Ta’ala. Siapakah yang berani mengklaim memiliki iman yang lebih murni daripada para sahabat Nabi sall-Allahu álayhi wasallam sepeninggal Nabi? Tabarruk mereka didasari keimanan dan kecintaan mereka pada beliau sall-Allahu álayhi wasallam, yang mereka yakini sebagai sebaik-baik ciptaan, serta kekasih Allah Ta’la (habiibullah). Dan sebagian adalah seperti keseluruhannya. Bagi mereka melihat atau menyentuh anggota tubuh Nabi, adalah bagaikan melihat dan menyentuh Nabi sall-Allahu álayhi wasallam secara langsung. Maka, adakah Allah Ta’ala akan menolak doa dan hajat mereka yang mencintai Kekasih-Nya dengan menghormati dan mencintai bahkan anggota tubuh Kekasih-Nya yang telah wafat? Dengan keyakinan inilah, para sahabat bertabarruk dengan apa-apa yang terhubungkan kepada Nabi sall-Allahu álayhi wasallam sebagai wasilah doa mereka pada Allah Ta’ala. Mereka menggunakan apa pun yang mereka lihat terhubungkan dengan Nabi sall-Allahu álayhi wasallam, apatah itu anggota tubuhnya, apatah itu, keluarganya, ataupun tempat-tempat maupun benda yang pernah beliau sentuh, seperti akan kita lihat pada bagian-bagian berikutnya. Insya Alla

    ReplyDelete
  7. Bookmark and Share

    Adab Hormat dan Tabarruk: Sunnah Nabi yang Dilupakan (bagian 3/6)

    Katagori : Cinta Rasul
    Oleh : Redaksi 24 Dec 2006 - 8:18 pm

    A'uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
    Bismillahirrahmanirrahiim
    Walhamdulillah wassholatu wassalamu 'ala Rasulillah wa 'ala aalihi
    wasahbihi wa man tabi'ahum bi-ihsanin ilaa yaumiddin

    Pengantar Bagian 3
    imagePada bagian pertama, telah dibahas pentingnya memberikan penghormatan pada mereka yang dimuliakan Allah Taála, dan kemudian di bagian kedua, telah pula diulas latar belakang dan hikmah perlunya adab penghormatan kepada mereka ini sebagai jalan/asbab anugerah Allah berupa hikmah, hidayah, dan taufiq.

    Pada bagian ke-3 ini, insya Allah,kita akan mencoba mulai melihat praktik-praktik adab hormat pada ulama/awliya’serta praktik tabarruk, sebagai manifestasi hormat dan cinta pada mereka yang dicintai Allah SWT, serta sebagai sarana memohon pada Allah Ta’ala dengan kecintaan mereka pada-Nya, dan kecintaan-Nya pada mereka. Dan tentu saja, tak ada contoh yang lebih baik, yang lebih kuat, melainkan dari apa yang dipraktikkan para Sahabat radiyyAllahu ‘anhum dalam bertabarruk pada Nabi kita, Nabi Besar Muhammad sall-Allahu álayhi wasallam.

    Sebagian besar contoh-contoh ini diambil dari hasil riset/studi guru kami, Mawlana Syaikh Muhammad Hisham Qabbani dan Syaikh G.F. Haddad.

    TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN RAMBUT DAN KUKU NABI

    Para sahabat biasa berebut rambut Nabi sall-Allahu álayhi wasallam. Tidak hanya itu, bahkan mereka memakainya sebagai sarana penyembuhan. Bila ada orang yang sakit, mereka meminumkan air yang sebelumnya telah dialirkan ke bejana yang berisi beberapa helai rambut Nabi sall-Allahu álayhi wasallam. Di antara sahabat bahkan ada yang menginginkan rambut Nabi ditaruh bersama jenazah mereka saat mereka dikubur, serta ada pula yang menaruh rambut Nabi sall-Allahu álayhi wasallam di turban mereka, yang dengan barakah rambut ini, dengan izin Allah, mereka selalu memperoleh kemenangan di medan perang. Semua ini tidaklah mengurangi keyakinan mereka bahwa sumber utama kesembuhan ataupun kemenangan tentulah adalah Allah Ta’ala. Siapakah yang berani mengklaim memiliki iman yang lebih murni daripada para sahabat Nabi sall-Allahu álayhi wasallam sepeninggal Nabi? Tabarruk mereka didasari keimanan dan kecintaan mereka pada beliau sall-Allahu álayhi wasallam, yang mereka yakini sebagai sebaik-baik ciptaan, serta kekasih Allah Ta’la (habiibullah). Dan sebagian adalah seperti keseluruhannya. Bagi mereka melihat atau menyentuh anggota tubuh Nabi, adalah bagaikan melihat dan menyentuh Nabi sall-Allahu álayhi wasallam secara langsung. Maka, adakah Allah Ta’ala akan menolak doa dan hajat mereka yang mencintai Kekasih-Nya dengan menghormati dan mencintai bahkan anggota tubuh Kekasih-Nya yang telah wafat? Dengan keyakinan inilah, para sahabat bertabarruk dengan apa-apa yang terhubungkan kepada Nabi sall-Allahu álayhi wasallam sebagai wasilah doa mereka pada Allah Ta’ala. Mereka menggunakan apa pun yang mereka lihat terhubungkan dengan Nabi sall-Allahu álayhi wasallam, apatah itu anggota tubuhnya, apatah itu, keluarganya, ataupun tempat-tempat maupun benda yang pernah beliau sentuh, seperti akan kita lihat pada bagian-bagian berikutnya. Insya Allah.

    1. Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya pada Kitab l-libas (bab pakaian) dalam pasal berjudul "Tentang rambut abu-abu", bahwasanya 'Usman ibn Abd Allah ibn Mawhab mengatakan: “Keluargaku mengirim diriku pergi ke Ummu Salama dengan secangkir air. Ummu Salama membawa keluar suatu botol perak yang berisi sehelai rambut Nabi sall-Allahu álayhi wasallam, dan biasanya jika seseorang memiliki penyakit mata atau kesehatannya terganggu, mereka mengirimkan secangkir air kepadanya (Ummu Salama) agar ia mengalirkan air itu lewat rambut tersebut (dan diminum). Kami biasa melihat ke botol perak itu dan berkata, ‘Aku melihat beberapa rambut kemerahan’”.

    ReplyDelete
  8. 2. Anas berkata, "Ketika Rasulullah sall-Allahu álayhi wasallam mencukur kepalanya (setelah hajj), Abu Talha adalah orang pertama yang mengambil rambutnya" (Hadits Riwayat Bukhari).

    ReplyDelete
  9. 3. Anas juga berkata: “Nabi sall-Allahu álayhi wasallam melempar batu di al-Jamra, kemudian ber-qurban, dan menyuruh seorang tukang cukur untuk mencukur rambut beliau di bagian kanan lebih dulu, lalu memberikan rambut tersebut pada orang-orang” (Hadits Riwayat Muslim).

    Dia berkata: "Talha adalah orang yang membagi-bagikannya". (Hadits Riwayat Muslim, Tirmidhi, dan Abu Dawud).

    Dia juga berkata: "Ketika Rasulullah sall-Allahu álayhi wasallam mencukur rambut kepalanya di Mina, beliau sall-Allahu álayhi wasallam memberikan rambut beliau dari sisi kanan kepalanya, dan bersabda: Anas! Bawa ini ke Ummu Sulaym (ibunya). Ketika para shahabat radiyallahu 'anhum ajma'in melihat apa yang Rasulullah sall-Allahu álayhi wasallam berikan pada kami, mereka berebut untuk mengambil rambut beliau sall-Allahu álayhi wasallam yang berasal dari sisi kiri kepala beliau sall-Allahu álayhi wasallam, dan setiap orang mendapat bagiannya masing-masing. (Hadits Riwayat Ahmad).

    ReplyDelete
  10. 4. Ibn al-Sakan meriwayatkan lewat Safwan ibn Hubayra dari ayah Safwan: Tsabit al-Bunani berkata: Anas ibn Malik berkata kepadaku (di tempat tidurnya saat menjelang wafatnya): "Ini adalah sehelai rambut Rasulullah sall-Allahu álayhi wasallam. Aku ingin kau menempatkannya di bawah lidahku." Thabit melanjutkan: Aku menaruhnya di bawah lidahnya, dan dia (Anas) dikubur dengan rambut itu berada di bawah lidahnya."

    ReplyDelete
  11. 5. Abu Bakr berkata: "Aku melihat Khalid ibn Walid meminta gombak (rambut bagian depan) Nabi sall-Allahu álayhi wasallam, dan dia menerimanya. Dia biasa menaruhnya di atas matanya, dan kemudian menciumnya." Diketahui bahwa kemudian dia menaruhnya di qalansuwa (tutup kepala yang dikelilingi turban) miliknya, dan selalu memenangkan perang. (riwayat Al-Waqidi di Maghazi dan Ibn Hajar di Isaba).

    Ibn Abi Zayd al-Qayrawani meriwayatkan bahwa Imam Malik berkata: "Khalid ibn al-Walid memiliki sebuah qalansiyya yang berisi beberapa helai rambut Rasulullah sall-Allahu álayhi wasallam, dan itulah yang dipakainya pada perang Yarmuk.

    ReplyDelete
  12. 6. Ibn Sirin (seorang tabi'in) berkata: "Sehelai rambut Nabi sall-Allahu álayhi wasallam yang kumiliki lebih berharga daripada perak dan emas dan apa pun yang ada di atas bumi maupun di dalam bumi." (riwayat Bukhari, Bayhaqi dalam Sunan Kubra, dan Ahmad)

    ReplyDelete
  13. 7. Dalam Shahih Bukhari, vol 7, kitab 72, no. 784, Utsman bin Abd-Allah ibn Mawhab berkata, "Orang-orangku mengirim semangkuk air ke Umm Salama." Isra'il memberikan ukuran tiga jari yang menunjukkan kecilnya ukuran wadah yg berisi beberapa helai rambut Nabi sall-Allahu álayhi wasallam. Utsman menambahkan, "Jika seseorang sakit karena suatu penyakit mata atau penyakit lainnya, dia akan mengirimkan suatu wadah berisi air ke Umm Salama (dan dia akan mencelupkan rambut Nabi ke dalamnya dan air tersebut akan diminum).

    Aku melihat ke wadah (yang berisi rambut Nabi) dan melihat beberapa helai rambut kemerahan di dalamnya."

    Hafiz Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, Vol. 10, hlm, 353, mengatakan: "Mereka biasa menyebut
    botol perak tempat menyimpan rambut Nabi itu sebagai jiljalan dan botol itu disimpan di rumah Umm Salama."

    Hafiz al-'Ayni berkata dalam 'Umdat al-Qari, Vol. 18, hlm. 79: "Umm Salama memiliki beberapa helai rambut Nabi dalam sebuah botol perak. Jika orang jatuh sakit, mereka akan pergi dan mendapat barokah lewat rambut-rambut itu dan mereka akan sembuh dengan sarana barokah itu. Jika seseorang terkena penyakit mata atau penyakit apa saja, dia akan mengirim istrinya ke Umm Salama dengan sebuah mikhdaba atau ember air, dan dia (Umm Salama) akan mencelupkan rambut itu ke dalam air, dan orang yang sakit itu meminum air tersebut dan dia akan sembuh, setelah itu mereka mengembalikan rambut tsb ke dalam jiljal."

    ReplyDelete
  14. 8. Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya (4:42) dari Abd Allah ibn Zayd ibn 'Abd
    Rabbih dengan sanad yang shahih seperti yang dinyatakan oleh Haythami dlm Majma' al-Zawaid, bahwa Nabi sall-Allahu álayhi wasallam memotong kukunya dan membagikannya ke orang-orang

    ReplyDelete
  15. TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN KERINGAT RASULULLAH SALLALLAHU ‘ALAYHI WASALLAM

    1. Anas berkata: "Nabi sall-Allahu álayhi wasallam tinggal bersama kami, dan begitu beliau tidur, ibuku mulai mengumpulkan keringatnya dalam suatu bejana. Nabi sall-Allahu álayhi wasallam terbangun dan bertanya, "Wahai Umm Sulaym, apa yang kau lakukan?" Dia (Umm Sulaym) menjawab, "Ini adalah keringatmu yang akan kami campur dalam parfum kami dan itu adalah parfum terbaik." (Hadits Riwayat Muslim, Ahmad).

    Ketika Anas terbaring menjelang wafatnya dia menyuruh agar sebagian dari bejana itu digunakan saat upacara sebelum penguburannya, dan memang dipakai seperti yang ia suruh. (Hadits Riwayat Bukhari)

    Ibn Sirin juga diberikan sebagian dari bejana milik Umm Sulaym. (Hadits riwayat Ibn Sa'd)

    ReplyDelete
  16. TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN SALIVA (AIR LUDAH) NABI DAN AIR WUDHU’ BELIAU

    Hadits-hadits yang menjelaskan tentang ini amatlah banyak. Antara lain dapat dilihat di karya Syaikhul Muhadditsiin Imam Ibn Hajar al-Asqalany, Fath al-Bari 1989 ed. 10:255-256.

    1. Dalam Bukhari dan Muslim: Para shahabat berebut mendapatkan sisa air wudhu' Nabi sall-Allahu álayhi wasallam untuk digunakan membasuh muka mereka.

    Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim berkata: "riwayat-riwayat ini merupakan bukti/hujjah untuk mencari barokah dari bekas-bekas para wali" (fihi al-tabarruk bi atsar al-salihin).

    2. Nabi sall-Allahu álayhi wasallam biasa menggunakan saliva-nya untuk menyembuhkan penyakit, saliva beliau dicampur dengan sedikit tanah, dan diikuti kata-kata:
    "Bismillah, tanah dari bumi kita ditambah dengan air liur dari orang-orang yaqin di antara kita akan menyembuhkan penyakit kita dengan izin Tuhan." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

    3. Nabi sall-Allahu álayhi wasallam pernah menyuruh setiap orang di Madina kemudian Makkah untuk membawa bayi-bayi mereka yang baru lahir, kepada siapa beliau sall-Allahu álayhi wasallam membacakan doa dan memasukkan campuran nafas dan ludah (nafs wa tifl) beliau ke dalam mulut bayi-bayi itu. Beliau kemudian memerintahkan pada ibu-ibu mereka untuk tidak menyusui sampai malam.

    [Hadits riwayat Bukhari, Abu Dawud, Ahmad, Bayhaqi dalam Dala'il Nubuwwah, Waqidi, dll].
    Nama-nama lebih dari 100 orang Ansar dan Muhajirin yang menerima barokah khusus ini diketahui lengkap dengan isnadnya.

    ReplyDelete
  17. PENUTUP BAGIAN 3

    Alhamdulillah wa syukur lillah, pada bagian ini, telah mulai dipaparkan beberapa praktik tabarruk para Sahabat menggunakan bagian tubuh atau pun apa yang keluar dari tubuh suci Nabi sall-Allahu álayhi wasallam. Insya Allah pada bagian 4, akan kita lanjutkan praktik-praktik tabarruk para sahabat dengan tubuh Nabi ini, antara lain tabarruk mereka dengan tangan dan kaki suci beliau sall-Allahu álayhi wasallam, serta tabarruk mereka dengan kulit suci Nabi sall-Allahu álayhi wasallam.

    DHB Wicaksono

    Wallahu a’lam bissawab.
    Wa min Allah at-Tawfiq. Bihurmatil Habib. Al-Fatihah.

    ReplyDelete